Muara, (Metropolis.co.id) – Asti Opusungguk, sedang menenun ulos di kolong rumahnya di Huta Nagodang, Muara, Tapanuli Utara, Sabtu (4/2/2023) Asti Opusungguk, sedang menenun ulos di kolong rumahnya di Huta Nagodang, Muara, Tapanuli Utara
Di Huta Nagodang, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, ulos yang merupakan kain khas Batak, masih dibuat secara tradisional. Secara turun temurun kerajinan itu diproduksi di bawah rumah bolon sederhana yang di atasnya dijadikan hunian. Di pasar, harga ulos mulai Rp700.000 hingga Rp15 juta.
Asti Ompusunggu (75) sibuk menenun ulos di bawah rumah bolonnya, Demikian juga puluhan inang lainnya. Mereka berjejer duduk di halaman sejumlah rumah tinggi di sebuah dusun yang menjorok ke dalam. Rata-rata mereka sedang mengulos dengan berbagai motif.
“Kami di sini ramai-ramai karena ada acara saja, ada pemaparan oleh istri Bupati Tapanuli Utara,” sebut seorang warga yang bermarga Pakpahan.
Pemaparan istri Bupati Tapanuli Utara yang dimaksud oleh perempuan berusia 39 tahun tersebut yaitu penyambutan rombongan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) oleh Ketua Dekranasda Taput Satika Simamora Nikson. Rombongan SMSI datang ke Huta Nagodang dalam rangkaian acara Ekspedisi Geopark Kaldera Toba.
Ulos merupakan kain tradisional Batak yang ditenun secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Ulos merupakan kain tradisional Batak yang ditenun secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Huta Nagodang merupakan desa wisata di Muara yang berada di tepian Danau Toba. Udaranya masih sangat segar. Bentang alamnya indah. Kampung itu dibangun di kaki bukit yang membentuk dinding hijau di sekeliling danau vulkanik terbesar di dunia.
Di dusun tempat acara tersebut digelar, mayoritas warganya berasal dari keturunan Ompusunggu. Hal itu terlihat dari papan nama yang ditempel di atas pintu rumah bolon sederhana.
Di sana, kerajinan menenun ulos diajarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Namun beberapa inang yang sempat diwawancarai oleh Komparatif.id, mengatakan anak-anak mereka banyak yang tidak lagi tertarik mengulos. Mereka rerata lebih gemar merantau ke Medan, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Asti Opusungguk yang ditemui Komparatif.id di kolong rumahnya, sembari menenun mengatakan anak-anaknya merantau dan tidak mau belajar menenun ulos. “Mereka maunya merantau, tak mau menenun ulos ini,” sebutnya dengan logat khas Batak.
Perempuan lanjut usia tersebut menyebutkan dirinya sudah belajar ulos sejak sekolah dasar. Dia belajar dari ibunya. “Dulu saya belajar dari ibu. Sejak sekolah dasar saya belajar ulos,” katanya sembari tersenyum.
Mariana Boru Pakpahan (39) yang sibuk menyusun benang 100 menggunakan sorha, mengatakan tenun ulos di Huta Nagodang merupakan kerajinan tradisional yang telah ada sejak lama. Diajarkan turun temurun.
Di Huta Nagodang, keahlian menenun ulos diwariskan dari generasi ke generasi. Pun demikian, semakin banyak generasi muda yang tidak lagi berminat mengulos.
Di Huta Nagodang, keahlian menenun ulos diwariskan dari generasi ke generasi. Pun demikian, semakin banyak generasi muda yang tidak lagi berminat mengulos. Satu set ulos yang terdiri dari selendang dan sarung selesai dikerjakan selama 1 sampai 2 minggu. Tergantung kecekatan dan kecepatan penenunnya. Ada yang khas di Huta Nagodang. Mereka memiliki ulos khusus yaitu ulos Harungguan, yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur mereka.
Ketua Dekranasda Tapanuli Utara Satika Simamora Nikson, dalam sambutannya di depan Ketua Umum SMSI Firdaus, Ketua SMSI Sumut Erris Julietta Napitupulu, dan tamu lainnya yang hadir ke kampung tersebut mengatakan pangsa pasar ulos di tingkat nasional sangat besar. Harganya pun tidak main-main. Mulai 700 ribu hingga 15 juta rupiah.
KP/Red
Komentar