WFS : Polisi Harus Tangkap Pelaku Ujaran Kebencian ‘Tsunami’

Nasional, Saburai275 Dilihat
Rumah yang Diduga Kediaman Pelaku Ujaran Kebencian (Foto : Net/Istimewa)

Bandar Lampung : disaat seluruh warga dunia bahu-membahu meringankan beban korban dampak tsunami akibat erupsi gunung anak krakatau yang menerjang kawasan barat Pulau Jawa dan Pesisir Lampung, sabtu malam lalu (22/12).

Tiba-tiba beredar viral video dua remaja sedang live streaming di media sosial Instagram, atas nama @kelvinyudatama. Dalam live streaming tersebut, terdapat dua remaja, pria dan wanita sedang siaran di dalam mobil mengeluarkan kalimat yang menyakitkan hati tentang duka bencana tsunami yang tengah melanda Lampung Selatan.

Ketua DPD Partai Nasdem Lampung Selatan Wahrul Fauzi Sialalahi mengatakan, pernyataan mereka (pelaku) itu sangat tidak pantas dikeluarkan dalam suasana duka seperti ini.

“Polisi harus bertindak cepat dengan menangkap pelaku perbuatan ujaran kebencian itu. Ini delik biasa bukan delik aduan, polisi tidak perlu menunggu adanya laporan dari warga,” kata Wahrul sang pengacara rakyat dalam rilisnya, Kamis (27/12).

Menurutnya, penyidik kepolisian dapat langsung menaikan ke tahap Penyidikan dengan mempertimbangkan konten yang dianggap memenuhi unsur tindak pidana.

Mantan Direktur LBH Bandar Lampung ini menambahkan, rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Golongan dapat dikenakan Pasal 156 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sebagaimana dalam KUHP, Pasal 156 berbunyi: Barang siapa di muka umum menyatakan persaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Berikutnya bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Untuk itu, Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat Penegak Hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan atau mengeluarkan pernyataan melalui media sosial tersebut.

Sedangkan, ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016 yakni, Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya dapat diartikan tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangasaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Pelaku juga dapat dijerat dengan menggunakan Pasal 16 Jo Pasal 4 huruf

ayat 1 UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, (SARA).

Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma bahasa, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan.

Ketentuan pasal berbunyi, Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Rumusan tersebut berdasarkan, Pasal 4 huruf b yaitu tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa, menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan, disebutkan dalam angka kedua yakni berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan katakata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain.

Berdasarkan video yang saat ini sedang viral, terekam seorang wanita muda berambut ikal mengenakan pakaian kaos oblong hitam garis putih sedang siaran langsung bersama sang rekan, pria muda.

Di dalam video itu, seorang pria menolak melakukan donasi ke warga Kalianda yang sedang terkena dampak bencana alam tsunami.

Donasi untuk Kalianda. Gua enggak mau, pokoknya Kalianda harus kena Tsunami. Woy kawan-kawan jangan kalian donasi untuk Kalianda ya, biarin aja dia orang rata ya,” ujar remaja itu.

Dari latar belakang di dalam video itu, terlihat bahwa video live streaming tersebut diambil di kawasan Kota Bandarlampung, tepatnya di traffic light Jl. Dr. Susilo, Bandarlampung, atau sekitaran Masjid Al-Furqon.

Penulis : Putra/WFS

Komentar