Restorative Justice Melalui Hukum Pidana Adat Lampung

OPINI956 Dilihat

Oleh : Ghea Zahara Rachim

Penyelesaian perkara pidana dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya melalui restorative justice. Pada prinsipnya restorative justice bukan merupakan metode penghentian perkara dengan jalur damai, namun menyelesaikan perkara pidana dengan memenuhi rasa keadilan yang melibatkan korban, pelaku, masyarakat serta penyelidik/penyidik.

Terkait pemenuhan restorative justice yang menjadi salah satu metode penyelesaian perkara pidana belum memiliki ketentuan yang menguraikan mengenai klausul-klausul apa yang dapat digunakan sebagai langkah penyelesaian perkara pidana.

Perkembangan hukum pidana di Indonesia diwarnai dengan hadirnya hukum adat yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, untuk itu pengakuan terhadap masyarakat hukum adat termaktub dalam konstitusi Indonesia sebagaimana diatur pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ayat (2)

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Hukum Pidana Adat Lampung

Sehingga hadirnya hukum adat sebagai sumber hukum diakui secara konstitusi oleh negara Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara yang pluralisme dimana indonesia memliki masyarakat yang majemuk dengan adat istiadat yang beraneka ragam.

Masyarakat adat lampung merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat adat yang ada di Indonesia. Masyarakat adat lampung terdiri dari jurai pepadun dan sai batin yang memiliki keanekaragaman kebiasaan dalam tatanan hidup bersosial di masyarakat.

Sebagaimana suatu masyarakat yang hidup berdampingan, dibutuhkan suatu keteraturan sosial dalam rangka menjaga stabilitas ketertiban antar individu. Hukum adat yang berlaku di masyarakat adat lampung berupa hukum tertulis maupun tidak tertulis yang mana ditaati secara turun menurun.

Kitab Kuntara Raja Niti

Dalam hal hukum adat yang tertulis masyarakat adat lampung memiki kitab yang mencantumkan berbagai peraturan dan sanksi mengenai norma-norma yang ada di masyarakat, kitab tersebut adalah Kitab Kuntara Raja Niti.

Kitab ini telah hadir jauh sebelum adanya aturan undang-undang negara Indonesia yang mengadopsi aturan Belanda, selain itu dalam kitab ini juga menjelaskan mengenai pengaturan segala segi kehidupan masyarakat untuk terciptanya ketertiban.

Bagaimana kita menyikapi hadirnya hukum adat lampung tidak hanya berkenaan dengan pengimplementasiannya sebagai aturan hukum yang berlaku di masyarakat, namun juga pengoptomalisasian lembaga adat menjadi salah satu yang harus kita sandingkan dengan penegakan hukum adat tersebut.

Pemerintah daerah Provinsi Lampung telah menuangkan suatu bentuk peraturan mengenai Lembaga masyarakat adat yang termaktub dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2013 tentang Kelembagaan Masyarakat Hukum Adat.

Pada Pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa Lembaga adat lampung sebagai mitra pemerintah daerah dalam segala bidang terutama dalam bidang sosial kemasyarakatan dan sosial budaya.

Peran Lembaga Adat Lampung

Sehingga peran Lembaga adat lampung sangat dihargai untuk menjadi salah satu wadah penyelesaian perkara pidana yang terjadi di Provinsi Lampung. Lembaga adat dapat menjadi pihak tambahan sebagai mediator yang mampu mengejawantahkan dan menerjemahkan hukum adat yang berlaku khususnya mengenai hukum pidana adat

Penerapan restorative justice yang masih belum terlalu terang mengenai apa dasar-dasar yang dapat dijadikan asas kepastian hukum dalam pelaksanaanya. Apabila kita menilik lebih lanjut hukum pidana adat dapat dijadikan sumber hukum dalam penyelesaian perkara pidana dengan metode restorative justice.

Metode Restorative Justice

Penyelesaian perkara yang dikembalikan kepada pihak terkait tanpa adanya persidangan di pengadilan menjadikan pihak mediator dalam hal ini penyelidik maupun penyidik harus mampu menghargai niali-nilai maupun norma yang ada di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengambilan keputusan pada penyelesaian perkara menggunakan metode restorative justice.

Penggunaan hukum pidana adat lampung dalam penyelesaian perkara tidak terlepas dari hukum positif yang ada di negara Indonesia sehingga tidak terjadi tumpeng tindih aturan atau penyimpangan dalam penerapannya.

Selama hukum pidana adat dapat berlaku sebagai solusi atau jalan tengah penyelasaian perkara dengan metode restorative justice. Hukum pidana adat lampung diharapkan mampu menjadi salah satu motor penggerak pembaharuan hukum pidana dalam penyelesaian perkara restorative justice.

Ghea Zahara Rachim adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Lampung

Komentar