Wali Murid Akui Adanya ‘Aroma’ Dugaan Pungli di SDN 6 Metro Utara

Metro296 Dilihat
SDN 6 Metro Utara (Foto : Richard)

Kota Metro : Dugaan praktek pungutan liar (Pungli) kembali mencoreng nama baik kota Pendidikan yakni Kota Metro, hal ini ditenggarai oleh laporan para wali murid SDN 6 Metro Utara, yang mengeluhkan adanya penarikan biaya sampul raport senilai Rp.70 ribu serta uang seragam dan batik senilai Rp.250 ribu yang hingga kini belum jelas wujudnya.

Dalam hal ini sebaiknya Orangtua murid harus berhati-hati dalam menanggapi kebiasaan yang dianggap baik, belum tentu baik untuk dibiasakan. Selain itu masyarakat dalam hal ini, Orangtua atau Wali murid sering bersikap diam terhadap tindakan penyelenggara pendidikan, karena merasa hal tersebut suatu keharusan.

Saat diwawancarai salah seorang wali murid SDN 6 Metro Utara yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa dirinya mendapat kabar dari anaknya selepas pulang Sekolah, untuk membayar sampul raport tanpa surat pemberitahuan, dan ia merasa heran kenapa raport sekarang malah berbeda dengan yang dahulu ia ketahui.

“Gak ngerti ku iki, rapornya ini lain sama yang dulu, rapor yang sekarang itu kayak apa lho, kertas diketik trus kayak discan gtu lho udah, kalo dulu kan bentuk seperti buku, bagus dijilid mulai dari kelas satu sampe kelas enam,” ungkapnya dengan mewanti-wanti metropolis tak menyebut namanya, Kamis (09/05/2019).

Dirinya juga mengaku sudah membeli sampul raport tersebut. Selain itu, sering juga membayar infaq pada setiap hari jum’at.

“Sering bayar infaq setiap hari jum’at, dan sampul raport ya saya beli, bentuknya ya satu-satu gitu,” ungkapnya.

Charles juga mempertanyakan dana BOS yang sering digaungkan dimana-mana.

“Lah terus dana BOS itu larinya kemana?, saya enggak ngerti malah,”kesalnya, sembari membersihkan tubuhnya yang penuh dengan keringat sepulang meladang.

Kemudian seorang Ibu rumah tangga, Dona (nama samaran), juga mengakui adanya jual beli sampul raport tersebut di Sekolah anaknya.

“Yo memang ada sampul raport itu, tapi emang urong bayar, wis dikongkon emang, suruh ganti sampulnya biar bagus, katanya gitu, harganya 70ribu kalo enggak salah opo yo,” tutur Dona.

“Enggak ada pemberitahuan surat atau kumpulan di sekolah, tiba-tiba anakku ngomong gitu aja,” cetusnya.

Namun, Dona juga menyampaikan keluhannya terhadap seragam kaos dan batik di SDN 6 Metro Utara, yang sudah dibayar ratusan ribu rupiah tetapi tak kunjung pasti nasibnya.

“Bu, jangan lupa sampe tanggal 10,” ujar Dona, menirukan ucapan saat ditegur karena belum melunasi seragam kaos dan batik anaknya.

“Ya mendengar seperti itu, ya saya lunasi, 250 ribu mas, itu seragam kaos dan batik, dan sampe sekarang kaosnya belum dikasih, sampe sekarang kaosnya tak pakein kaos olahraga TK,” cetusnya.

Keluhan senada diungkapkan wali murid lainya (ana nama samaran) rata-rata mereka melontarkan pernyataan sama bahkan menyebut jika anaknya disuruh membeli sampul raport di Sekolah.

“Mak, disuruh beli raport, harganya 70,” kata Ana menirukan suara anaknya ketika pulang sekolah.

“Ya saya kompakkan sama orangtua yang lain, karena memang anak juga masih kelas satu,” jawabnya.

Dan ketika metropolis.co.id memastikan apakah terjadi juga apa yang dialami oleh Dona, ternyata Ana juga mengalami keluhan yang sama terkait seragam sekolah.

“cuma rompinya aja yang sudah, yang belum celana panjang sudah satu tahun, udah bayar rongatus seket (250 ribu, – red) plus infaq selawe ewu (25 ribu, – red),” keluhnya.

Lalu, ketika Ana mendatangi Sekolah anaknya tersebut untuk mengetahui pasti nasib seragam sekolah yang berbayar itu pun berbuah nihil.

“Bu, mana kepala sekolahnya,? Belum dateng, Lah kok jam segini belum dateng? Lah saya mau nanyain itu, pakaian sekolah itu gimana lanjutannya, apa mau suruh beli sendiri-sendiri, ya enggak pada mau lah orang duitnya udah kok, aku ngomong ngunu,” kesal Ana, menirukan percakapannya saat sampai di Sekokah.

Ana juga terkesan heran terhadap Sekolah anaknya, dan merasa tidak pernah mengetahui tentang bantuan seragam sekolah yang berasal dari program Pemerintah.

“itu sama sekali enggak dapet, belum pernah, tau selama anak saya masuk sekolah ini belom pernah, sepatu ya belom, baju ya belom,” ujarnya.

“Kok yo boro-boro mau dapet, orang batik aja sampe setahun kok belum keluar, kalo seragam merah putih ya beli sendiri di toko,” keluh Ana.

Menanggapi hal ini, Kepala SD Negeri 6 Metro Utara, Kodar Aminudin, S.Pd , menyatakan bahwa pihaknya mengakui adanya sampul raport yang dijual kepada muridnya.

“Apa namanya map, map ya, karena kan K13 itu gini lho mas, itu kan bentuknya lembaran-lembaran sehingga tidak berceceran, maka berinisiatif lah kami dalam hal itu untuk membeli sampul raport, jadi ya monggo saja kalo mau beli, beli, kalo enggak ya silahkan saja, jadi kalo ada keluhan, ngomong aja itu salah kita enggak maksain,” ujarnya.

Kodar juga menerangkan kisaran harga sampul raport yang dijual kepada muridnya, dan beralasan bahwa tidak membebankan murid karena tidak mewajibkan.

“Harganya itu sama dengan pasar, itu harganya kalo di pasar sekitar 70-an ribu kalo enggak salah, kalo enggak kita beli di pasar sama aja, monggo bapak ibu beli dipasar boleh-boleh aja,” katanya.

“Ya gini mas, kalo masalah membebani dan tidaknya itu saya rasa enggak perlu di ini mas ya, karena kita tidak mewajibkan, enggak ada penekanan,” cetus Kodar Aminudin.

Akan tetapi, ketika metropolis.co.id mengajukan pertanyaan kembali mengenai jumlah murid di Sekolahnya serta program Pemerintah terhadap Sekolah tersebut, tiba-tiba Kodar bergegas masuk ke dalam ruangan sebelah, sembari menyarankan untuk konfirmasi kepada wartawan media lain.

Richard

Komentar