Blitar, (Metropolis.co.id) – Debat kedua Pilkada Kabupaten Blitar yang diadakan pada Senin (4/11), di Kampung Coklat, Kecamatan Kademangan, berubah menjadi ajang kontroversi setelah Pasangan Calon (Paslon) 01 memutuskan untuk walk out.
Debat yang diharapkan menjadi kesempatan publik untuk memahami visi-misi calon kepala daerah, justru berujung pada kekecewaan masyarakat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar mendapat kritikan tajam atas ketidaktegasan mereka dalam mengelola situasi yang memanas selama acara.
Debat yang mengangkat tema “Meningkatkan Pelayanan Masyarakat dan Menyelesaikan Persoalan Daerah” awalnya diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat Blitar untuk menilai program dan arah kepemimpinan dari para calon.
Pasangan calon Rini Syarifah-Abdul Ghoni, yang populer dengan sebutan Paslon RINDU, memulai sesi dengan memaparkan visi mereka mengenai keberlanjutan dan pelayanan masyarakat yang responsif.
Mereka menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) guna meningkatkan pelayanan publik.
Namun, ketegangan memuncak saat Paslon RINDU menyampaikan gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan.
Dalam sesi ini, sekelompok pendukung paslon lawan menginterupsi, menuduh Paslon RINDU membawa catatan tambahan yang dianggap melanggar aturan.
Situasi kian memanas ketika pendukung dari kedua kubu mulai bersorak dan berteriak, menciptakan suasana gaduh yang jauh dari tata tertib yang telah ditetapkan KPU Kabupaten Blitar.
Ketua tim pemenangan Paslon RINDU, Nur Muklisin, mengungkapkan rasa kecewa terhadap jalannya debat yang dinilai tidak profesional. Ia menyesalkan ketidaktegasan KPU dalam menegakkan aturan acara.
“KPU sebelumnya mengizinkan paslon membawa bahan tambahan dalam bentuk slide dan catatan ringkas untuk mendukung penyampaian visi-misi mereka. Tapi saat debat berlangsung, aturan tiba-tiba berubah. Ini jelas membingungkan kami dan juga masyarakat,” ujar Muklisin.
Muklisin menambahkan bahwa visualisasi data yang mereka siapkan bertujuan agar masyarakat lebih memahami visi dan misi secara rinci.
“Debat ini seharusnya menjadi tempat untuk menyampaikan data konkret yang bisa membantu masyarakat memilih pemimpin dengan lebih jelas,” lanjutnya.
Menurutnya, KPU seharusnya lebih tegas dan mendukung keberlangsungan acara sesuai Peraturan KPU yang mengatur visi-misi dan pendalaman program kerja.
Kondisi semakin tak terkendali, dengan pendukung yang membawa atribut kampanye meski dilarang.
KPU dianggap gagal menjaga netralitas dan ketertiban debat. Ketidakjelasan aturan dinilai merusak fokus acara, yang seharusnya berorientasi pada substansi visi dan misi.
Akhirnya, Paslon 01 memilih walk out sebagai bentuk protes atas ketidakkonsistenan aturan yang dinilai merugikan.
Ketua KPU Blitar, Sugino, menyesalkan situasi yang terjadi. Ia sebelumnya berharap debat berjalan kondusif dan membantu masyarakat menentukan pilihan.
“Debat ini penting agar masyarakat Blitar bisa melihat lebih dekat siapa calon pemimpin mereka, tapi malam ini membuat kami harus menghentikan acara,” ungkap Sugino.
Kegagalan debat ini memicu kritik luas dari masyarakat yang merasa kehilangan momen penting untuk mendengarkan langsung calon pemimpin mereka. Banyak pihak mendesak KPU Kabupaten Blitar untuk melakukan evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang.
Di media sosial, masyarakat ramai mengekspresikan kekecewaan terhadap penyelenggara, menuntut KPU agar lebih tegas dalam mengelola debat publik demi terciptanya pemilu yang adil dan kondusif.
Eko
Komentar