BandarLampung, (Metropolis.co.id) – Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal berkomitmen memperkuat kolaborasi dan sinergi dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa liar.
Komitmen ini disampaikan saat Gubernur Mirza menerima kunjungan Kepala BBTNBBS Ismanto dan Kepala Balai TNWK MHD Zaidi di ruang kerjanya, Senin (14/4/2025).
Gubernur menyampaikan apresiasi atas berbagai upaya konservasi yang telah dilakukan kedua balai dalam menjaga kelestarian hutan dan satwa liar, khususnya spesies kunci seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera.
“Konflik antara manusia dan satwa liar merupakan tantangan serius yang berdampak pada keselamatan masyarakat, ekonomi lokal, serta kelestarian keanekaragaman hayati,” ujar Gubernur Mirza.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Ruchyansyah Dachlan, yang turut mendampingi Gubernur, menjelaskan bahwa tumpang tindih ruang antara manusia dan satwa sering kali menjadi pemicu konflik, baik di dalam kawasan konservasi maupun hutan lindung.
“Pergerakan satwa seperti gajah sering kali menimbulkan korban jiwa serta kerusakan material dan psikologis bagi masyarakat,” ujarnya.
Ruchyansyah mencatat, sepanjang 2021 hingga 2025 terjadi 1.658 kasus konflik satwa dengan manusia, mengakibatkan 9 korban meninggal dunia dan 14 orang mengalami luka. Konflik ini juga menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp547 juta pada tahun 2021.
Faktor penyebab konflik antara lain fragmentasi habitat, menyempitnya koridor satwa, degradasi kualitas habitat, hingga perburuan liar.
Sebagai respons, Pemprov Lampung telah membentuk tim koordinasi dan satgas konflik, memberikan pendampingan dan bantuan logistik kepada masyarakat, serta melakukan patroli dan mitigasi konflik satwa liar, termasuk pemantauan pergerakan gajah.
Kepala BBTNBBS Ismanto menyampaikan bahwa selama periode 2020–2024, pihaknya telah memulihkan 9.016,7 hektare lahan dari target 20.467,11 hektare. Langkah pemulihan dilakukan dengan menggandeng TNI dan masyarakat melalui penanaman kembali serta pelepasliaran satwa mangsa Harimau Sumatera.
Sementara itu, Kepala Balai TNWK MHD Zaidi menjelaskan bahwa sejak 2020, pihaknya telah memasang GPS collar pada lima kelompok dan satu individu gajah liar untuk pemantauan pergerakan. Selain itu, telah dibentuk masyarakat mitra Polhut, Elephant Response Unit (ERU), serta tanggul pembatas kawasan.
Zaidi juga menambahkan bahwa telah dibentuk tim terpadu penanganan interaksi gajah-manusia di desa penyangga TNWK dan telah disusun road map serta rencana aksi penanganan jangka panjang konflik tersebut.
Langkah-langkah tersebut menjadi bagian dari sinergi multipihak dalam menjaga keberlangsungan kehidupan satwa liar dan keamanan masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Red
Komentar