Oleh : Gindha Ansori Wayka
“Sikap taat hukum dari Gubernur Lampung untuk tidak menduduki jabatan sebagai Ketua KONI tersebut menjadi nilai yang sangat baik di tengah masyarakat dan menjadi contoh untuk diterapkan di Kabupaten Kota bahkan di Provinsi lain”
Perhelatan Musyawarah Provinsi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung hari ini (8 Agustus 2019) bakal digelar.
Seperti diketahui bahwa dalam Musprov KONI Lampung 2019, ada 1 (satu) nama calon yang mencuat yakni Dr. Ir. Muhammad Yusuf Sulfarano Barusman, MBA dengan dukungan 63 Cabang Olahraga (Cabor).
Terkait sikap Gubernur Lampung Arinal Djunaidi atas jabatan KONI Lampung, sejak jauh hari telah menyatakan bahwa beliau tidak mencalonkan diri sebagai Ketua KONI Provinsi Lampung dengan alasan taat asas dan taat hukum.
Tentunya sikap taat hukum dari Gubernur Lampung untuk tidak menduduki jabatan sebagai Ketua KONI tersebut menjadi nilai yang sangat baik di tengah masyarakat dan menjadi contoh untuk diterapkan di Kabupaten Kota bahkan di Provinsi lain.
Sikap Gubernur Lampung ini menjadi perbincangan yang hangat di tengah masyarakat Lampung dan banyak pihak yang mengapresiasi kesadaran Gubernur Lampung akan aturan ini.
Ada beberapa pertimbangan Gubernur Arinal Djunaidi tidak menjabat Ketua KONI Provinsi Lampung yakni Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Perkara Nomor : 27/PUU-V/2007 yang isinya menolak keseluruhan permohonan uji materi Pasal 40 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).
MK menilai pasal yang berisi tentang pelarangan pejabat struktural dan publik menjadi pengurus KONI, baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, itu tidak bertentangan dengan konstiusi.
Disamping itu, ada beberapa pertimbangan hukum lainnya yang membuat Gubernur enggan menjabat Ketua KONI Lampung yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional yakni Pasal 40 yang menjelaskan bahwa Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
Selain itu juga pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan yakni Pasal 56 yang menjelaskan bahwa Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
Ada juga Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI Daerah, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural.
Dan terakhir adalah Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No B-903 01-15/04/2011 tertanggal 4 April 2011 tentang hasil kajian KPK yang menemukan adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah sehingga dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Apabila ketentuan di atas dilanggar, maka sesuai dengan Pasal 121 ayat (1) dan Pasal 122 ayat (2) PP nomor 16 Tahun 2007, sanksi sangat beragam, mulai dari peringatan, teguran tertulis, pembekuan izin sementara, pencabutan izin, pencabutan keputusan atas pengangkatan atau penunjukan atau pemberhentian, pengurangan, penundaan atau penghentian penyaluran dana bantuan ke KONI.
Semoga di kepengurusan KONI Lampung saat ini bukan hanya Gubernur Lampung saja yang sadar dan taat akan aturan hukum, Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) berharap di jajaran kepengurusan KONI Lampung periode 2019 – 2023 dapat benar-benar bersih dari pejabat publik dan pejabat struktural, sehingga KONI Lampung benar-benar terbebas dari pelanggaran hukum.
Dan KPKAD mendesak Gubernur Lampung untuk menerbitkan regulasi berupa larangan pejabat Publik dan Pejabat Struktural di Provinsi Lampung yang akan duduk di kepengurusan KONI di berbagai tingkatan.
Penulis adalah Ketua Koordinator Presidium KPKAD LAMPUNG
Komentar