Oleh : Rahma Kurnia Sri Utami,S.Si, M.Pd
“Nggak ada manusia yang berharap terkena bencana…ya iya lah, siapa yang mau. Cuman yaa…kalauuu, u-nya tiga”
Kalau bangun rumah di pinggir sungai, tingkat kerentanan kena banjir so pasti tinggi sekali.
Kalau bangun rumah berdempet tak ada celah, ‘kemruyuk’ kaya cendol dawet, semisal terjadi kebakaran rentengan mau salahkan siapa coba?
Kalau bangun rumah di area rawan longsor, ya pasti kemungkinan kena bencana longsor tinggi.
Bangun hotel, cottage persis di tepi pantai, indah nian, tapi ya kalau kena tsunami mau ngomong apa cobaaa ???
Trotoar sudah dibuat bagus-bagus dijadikan lapak jualan, lapak parkiran, lha saya yang cuman pejalan kaki mau lewat mannaa ?? ahhh kadang bingung mau marah ke siapa.
Entah siapa yang membiarkan dari awalnya tapi yang jelas dampaknya tak kira-kira, nyawa taruhannya.
Ketika coba diatur, tidak mau, tapi giliran mendengar BPJS naik, bensin naik, listrik naik teriaknya paling kencang sedunia, itu timeline medsos nggak berhenti sumpah serapah.
Merasa diri terdzolimi dan dunia bertindak tak adil padanya. Manusia bebal, maunya punya hak tapi lalai akan kewajiban.
Makanya, tata ruang itu jangan disepelekan, jikalau sedari awal sudah diabaikan, ya kalau kejadian ‘bencana’ harap terima.
Tata ruang itu fenomena kompleks yang tak pernah bisa terselesaikan dengan sekedar ‘daftar panjang’ birokrasi atau ‘runutan teori’ semata. Dampak tata ruang bisa instan tapi terlebih berfokus jangka panjang.
Banyak sekali peraturan diabaikan, terutama tentang garis sempadan, baik itu sempadan sungai, pantai, bangunan, rel dan sebagainya. Coba amati keadaan sekitar, biasakan baca pertand, maka anda akan paham.
Sempadan kerap terlupakan, padahal tujuan utama dibuat aturan mengenai sempadan adalah melindungi warga dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Berikut beberapa gambaran mengenai aturan sempadan yang umum dalam aturan:
1. Garis sempadan bangunan umumnya setengah dari lebar jalan, artinya makin lebar jalan sempadan makin besar. Untuk lingkungan pemukiman umumnya 3-5 meter.
2. Sempadan sungai, kriterianya tergantung dari karakteristik sungai, apakah bertalud atau tidak, luar atau dalam kota, terpengaruh pasang laut atau tida, namun umumnya minimal 10 meter (sungai kedalaman kurang dari 3 meter, dalam kota), kalau tidak bertanggul di luar kota bisa sampai 50 meter.
3. Sempadan pantai, umumnya 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
4. Sempadan untuk rel, minimal 6 meter.
Sadar diri saja, kalau memang tak banyak berbuat tak perlu banyak menuntut, karena menuntut hak itu harus diikuti dengan melaksanakan kewajiban.
Penulis Rahma Kurnia Sri Utami, S.Si, M.Pd adalah Dosen Geografi Unila yang Kini menjadi mahasiswa Program Doktoral Pasca Sarjana Fakulas Geografi Universitas Gadjah mada.
Komentar