Natar, (Metropolos.co.id) – Empat bulan menunggu tanpa ada kejelasan terkait tanah makam, warga perumahan Al Amin, Desa Tanjung Sari Kecamatan Natar Lampung Selatan menagih janji developer terkait fasilitas umum berupa rumah ibadah dan taman.
Diketahui pengembang perumahan tersebut ialah PT Jatiwangi Grahatama Property, sebelumnya pernah menjanjikan pada warga saat halal bihalal beberapa bulan lalu dengan langsung disaksikan warga dan kepala desa Tanjung Sari beserta Babinsa dan Babinkamtibmas.
Menurut perwakilan warga perumahan Al Amin mengatakan, fasilitas yang dibutuhkan masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas sosial seperti rumah ibadah, sarana olahraga dan taman, keamanan dan lainha tak ada kelejasan hingga saat ini.
Bahkan kejelasan Mushola masih menjadi pertanyaan warga, terlebih drainase pembuangan limbah rumah mengalir ke area pertanian milik warga setempat, mengakibatkan pertumbuhan padi yang kurang kualitasnya akibat limbah dari perumahan.
“Kita mempertanyakan hasil pertemuan musyawarah beberapa bulan lalu di musholla berkaitan fasilitas umum. Sebetulnya mushola ini milik perumahan atau milik pondok pesantren Darull Fattah,” jelas warga yang enggan namanya disebutkan saat awak media mewawancarai, Senin (7/9/2020).
Sementara warga lain yang enggan disebutkan namanya mengatakan, jika tanah makam yang dijanjikan oleh Tri Joko Margono dan Aryasin selaku pemborong, saat acara makan bersama sehari setelah Idul Adha juga tidak ada pernyataan dari pak Tri Joko Margono selaku pengembang, begitupun Aryasin.
“Hingga kemarin, janji mereka berdua didepan warga dan disaksikan oleh kepala desa, tidak ada perkembangannya,” ujarnya.
“Bahkan kepala Desa Tanjung Sari juga belum mengetahui kejelasan fasos dan fasum. Apakah sudah diserahkan pihak pengembang dan kemudian diserahkan kepada Pemda atau kepada masyarakat perumahan tersebut melalui perangkat pengurus, baik RT/RW belum ada kejelasan,” sambungnya.
Ditambahkannya, justru dirinya menyayangkan jika beberapa warga perumahan Al Amin yang ditunjuk menjadi perwakilan developer, justru tak sanggup menjelaskan terkait fasilitas umum yang di janjikan pengembang.
“Saat pertemuan Sabtu kemarin justru Darussalam, selaku perwakilan developer tidak bisa menjelaskan, fasum dan fasos,” ujarnya.
Sementara, Kepala Desa Tanjung Sari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Robangi saat awak media konfirmasi terkait janji pengembang dan pemborong akan membeli tanah untuk pemakaman juga belum mengetahui perkembangan setelah pertemuan beberapa bulan lalu.
“Saya selaku kepala desa, berusaha membantu warga perumahan Al Amin untuk mendapatkan tanah makam sesuai yang dijanjikan oleh Tri Joko Margono dan Aryasin. Dan hingga pertemuan Sabtu malam 29 Agustus 2020 kemarin. Belum ada pernyataan yang dapat dipertanggungjawabkan kejelasannya,” jelas Robangi, kepada awak media.
Hingga berita ini diturunkan, Minggu (13/9/2020) developer PT Jatiwangi Grahatama Property, Tri Joko Margono saat dikonfirmasi terkait tanah fasilitas sosial (Fasos) dan Fasilitas umum (fasum) salah satunya tanah makam juga fasilitas lainnya, enggan memberikan tanggapan saat awak media konfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Begitupun, Aryasin, sosok dibalik Pondok Pesantren Darull Fattah yang juga diduga merangkap menjadi pemborong di perumahan Al Amin, enggan memberikan tanggapan saat awak media konfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Dikutip dari laman hukumonline.com, pengaturan mengenai perumahan diatur terutama dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (“UU 1/2011”). Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU 1/2011, pengertian perumahan adalah:
“…..kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.”
Jika melihat pada definisi perumahan tersebut, sudah dapat diketahui bahwa prasarana, sarana dan utilitas umum merupakan syarat yang harus dilengkapi dalam suatu perumahan. Bahkan, ketika perumahan tersebut masih dalam tahap pembangunan, pemasaran perumahan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual-beli baru dapat dilakukan setelah adanya kepastian atas ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (lihat Pasal 42 UU 1/2011).
Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan (Pasal 47 ayat [3] UU 1/2011):
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;
b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Pihak pengembang (developer) dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan (Pasal 134 UU 1/2011).
Jadi, dalam hal ini Saudara perlu melihat lagi dalam perjanjian jual-beli rumah mengenai segala prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah dijanjikan oleh pihak pengembang.
Apabila pihak pengembang sudah menjanjikan namun tidak dibangun atau kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum tidak sesuai, maka dapat dikenai sanksi administratif yang dapat berupa sebagaimana disebutkan Pasal 150 ayat (2) UU 1/2011. Selain itu, pihak pengembang yang bersangkutan juga dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 151 UU 1/2011, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. (TIM)
Komentar