Karakteristik Putusan Bersyarat Mahkamah Konstitusi (Resensi)

Kotaku, Saburai384 Dilihat

Characteristics of Conditionally Decision of The Constitusional Court

Oleh : Ahmad Nuril Ihsan

Mahkamah Konstitusi dalam konteks ketatanegaraan, menurut Jimly Asshiddiqie dikontruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara Indonesia  yang menegakan konstitusionalitas Negara Republik Indoenssia.

Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari konsep checks and balances yang diharapkan dapat mengatur dan mengontrol kekuasaan negara agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam sistem ketatanegaraan mahkamah konstitusi berperan sebagai negative legislator (penghapus norma).

Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1)  UUD Tahun 1945 yaitu menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tantang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi juga mempunyai kewenangan lain yaitu untuk memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (2) UUD Tahun 1945.

Pada saat Mahkamah Konstitusi memutus suatu perkara, maka putusan tersebut langsung mempunyai kekuatan hukum mengikat karena sifat final dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.

Dalam melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (judicial review) mahkamah konstitusi hanya memberikan amar putusan mengabulkan, menolak, dan menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi memberikan amar putusan lain yang tidak diatur dalam Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Dalam menjatuhkan putusan Mahkamah Konstitusi memiliki beberapa jenis putusan dalam melakukan judicial review yang amar putusannya menyatakan suatu norma bersifat konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) dan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional).

Karakteristik Konstitusional Bersyarat

Putusan konstitusional bersyarat memiliki arti bahwa norma dalam undang-undang dianggap konstitusional atau tidak bertentangan dengan konstitusi jika dimaknai sesuai dengan yang ditentukan Mahkamah Konstitusi. Putusan konstitusional bersyarat yang dikeluarkan oleh mahkamah konstitusi biasanya ditandai dengan kata-kata “sepanjang dimaknai”. Putusan konstitusional bersyarat terjadi karena permohonan yang diajukan beralasan sehingga permohonan tersebut dikabulkan tetapi dengan tidak mengubah isi norma pasal tersebut, namun hanya dengan memaknai pasal tersebut sesuai dengan penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi.

Terdapat 5 (lima) karakteristik putusan Konstitusional Bersyarat yaitu, pertama, putusan Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir atau syarat-syarat tertentu agar norma yang diuji tetap konstitusional sepanjang memenuhi tafsir atau syarat yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya. Dalam menjatuhkan putusan konstitusional bersyarat mengacu pada 2 pola, yakni (a) memeberikan tafsir; (b) memberikan syarat-syarat konstitusional terhadap norma yang diuji.

Kedua, pada prinsipnya putusan konstitusinal bersyarat adalah ditolak. Karena norma yang diujikan sejatinya konstitusional, namun mahkamah konstitusi memberikan tafsir atau syarat tertentu terhadap norma yang diujikan. Namun terdapat pengecualian teerhadap putusan yang amarnya mengabulkan tetapi menyatakan konstitusional bersyarat. Pada dasarnya pemohon memang memohonkan norma yang diuji untuk ditafsirkan secara konstitusional bersyarat.

Ketiga, klausula konstitusional bersyarat dapat ditemukan pada pertimbangan dan amar putusan. Konsekusensi yang mucul dari dari letak pencantuman klausula konstitusional bersyarat apabila klausula bersyarat tersebut hanya menjadi rasio decidendi Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan putusan. Apabila klausula bersyarat tersebut diletakan pada amar putusan, maka sifat declaratied dan constitutief  putusan Mahkamah Konstsitusi akan jelas, sehingga lebih memilliki kekuatan hukum mengikat dibandingkan hanya diletakan pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi saja.

Keempat, putusan konstitusional bersyarat mensyaratkan adanya pengujian kembali apabila adanya pelaksanaannya tidak sesuai dengan syarat syarat konstitusionalitas yang ditentukan dalam putusan konstitusional bersyarat.

Kelima, putusan konstitusional bersyarat mendorong adanya legislative review oleh pembentuk undang-undang. Pada dasarnya dengan dijatuhkannya putusan konstitusional bersyarat ini, diharapkan pembentuk undang-undang dapat menyesuaikan ketentuan Undang-undang yang diharapkan dapat menyesuaikan ketentuan Undang-undang yang diuji dengan tafsir Mahkamah Konstitusi sekaligus melakukan telah terhadap ketentuan lain dalam Undang-undang yang diuji apakah sudah sejalan dengan konstitusi atau belum.

Karakteristik Putusan Inkonstitusional bersyarat

Adapun Mahkamah Konsutusi menjatuhkan putusan Inkonstitusional Bersyarat terdapat 4 (empat) karakteristik yaitu; Pertama, putusan ini dalam amar putusannya pasti terdapat klausula inkonstitusional bersyarat. Terdapat 4 klausula inkonstitusional bersyarat yang digunakan, yaitu, (1) amar putusannya yang mencatumkan secara eksplisit frasa “bertentangan secara bersyarat”; (2) amar yang putusan yang menyatakan “bertentangan sepanjang dimaknai”; (3) amar putusan yang menyatakan “bertentangan sepanjang tidak dimaknai”; (4) amar putusan dengan frasa lain yang memberikan syarat-syarat konstitusional.

Kedua, putusan inkonstitusional bersyarat pada prinsipnya didasarkan pada amar putusan mengabulkan. Karena norma yang diuji pada dasarnya adalah inkonstitusional, namun Mahkamah Konstitusi memberikan syarat-syarat inkonstitusional norma tersebut.

Ketiga, amar putusan inkonstitusional bersyarat dapat berupa pemaknaan atau memberikan syarat-syarat inkonstitusional terhadap norma yang diuji. Unsur norma yang diujikan dengan sendirinya akan menjadi inkonstitusi apabila syarat-syarat yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam pelaksanaanya tidak dipenuhi.

Keempat, secara substantif klausula inkonstitusional bersyarat dan klausula konstitusional bersyarat tidaklah berbeda. Kesamaan substansi klausula bersyarat baik secara konstitusional maupun inkonstitusional bersyarat yang pada prinsipnya apabila syarat-syarat atau tafsir yang ditentukan oleh mahkamah konstitusi tidak dipenuhi, maka norma yang diuji akan menjadi inkonstitusional.   

Kesimpulan

Pada hakikatnya Mahkamah Konstitusi menjadi pencipta hukum meskipun tidak melalui proses legislasi, karena memang bukan kompetensi MK. Mahkamah Konstitusi dalam menjatuhkan putusan bersyarat baik konstitusi bersyarat maupun inkonstitusi bersyarat digunakan berdasarkan ketentuan positif tidak ada pengaturannya. Namun terdapat karakteristik di dalam putusan yang menyatakan konstitusi bersyarat maupun inkonstitusi bersyarat. Karakteristik Kedua putusan tersebut terlihat pada pertimbangan hakim dan amar putusannya. Karena kedua putusan tersebut memberikan syarat dan makna kepada anddressat putusan MK dalam memaknai dan melaksankan suatu ketentuan Undang-undang dengan memperhatikan penafsiran MK atas konstitusionalitas ketentuan materiil undang-undang yang diuji di Mahkamah Konstitusi. Varian putusan tersebut merupakan penafsiran fungsional (functional interpretation) yang memposisikan hukum sebagai suatu sistem harmonis, yaitu adanya keterkaitan dan kesesuaian baik secara horizontal dengan sesama undang-undang maupun secara vertikal dengan peraturan dibawahnya atau peraturan yang lebih rendah.

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad Mahrus, Meyrinda Rahmawaty Hilipito, dan Syukri Asy’ari, Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat Konstitusional Bersyarat serta Memuat Norma Baru , Jurnal Konstitusi Nomor 12 Vol. 3, September 2015.

Fajarwati, Meirina, Problematika Konstitusional bersyarat Mahkamah Konstitusi, Jurnal RechtsVinding, Oktober 2015.

Siahaan, Maruarar, Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penegakan Hukum Konstitusi, Jurnal Hukum Nomor 3 Vol. 16, Juli 2009.

Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, 2004, Cetak Biru Membangun Mahkamah Konstitusi sebagai institusi Peradilan yang Modern dan Terpercaya, Jakarta: Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi.

Ahmad Nuril Ihsan adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum  Universitas Lampung 

Komentar