London, (Metropolis.co.id) – Sikap diam Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas serangan sistematis Israel terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan “sama sekali tidak dapat diterima”, kata seorang ahli hukum.
Selama lebih dari 10 hari, Israel membombardir wilayah Palestina yang terkepung itu sampai merenggut korban tewas yang jumlahnya kini mendekati 3.000 yang 750 di antaranya anak-anak. Serangan Israel menargetkan bangunan-bangunan di kawasan permukiman padat penduduk, yang ditudingnya digunakan oleh kelompok Palestina Hamas.
Serangan udara juga menghantam rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah, sebagaimana laporan badan-badan PBB, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Beberapa staf medis dan staf kemanusiaan terbunuh dalam serangan Israel, bersama dengan jurnalis dan pejabat layanan sipil serta penyelamatan setempat.
Bencana kemanusiaan semakin parah ketika Israel memutus air, listrik, dan pasokan lainnya ke Gaza. Sekitar 2 juta penduduk mengalami kekurangan kebutuhan dasar, yang telah menimbulkan kekhawatiran dari PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Israel juga memerintahkan evakuasi untuk warga di Gaza utara, yang berdampak kepada lebih dari 1 juta orang atau hampir setengah dari seluruh penduduk di kantong Palestina itu.
Perintah Israel itu dikritik keras oleh organisasi-organisasi internasional dan kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai “pemindahan paksa” dan kejahatan perang. Pelanggaran besar lainnya yang dilakukan Israel adalah penggunaan fosfor putih dalam serangannya di Gaza.
Militer Israel membantah tuduhan tersebut, tapi kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International telah membuktikannya dalam investigasinya.
Ahmed Abofoul, peneliti hukum dan petugas advokasi pada organisasi hak asasi manusia Al-Haq, menegaskan bahwa tindakan Israel di Gaza adalah “kejahatan perang”. Sementara penargetan infrastruktur sipil dan penduduk sipil dapat disebut sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Abofoul mengatakan ada pernyataan genosida yang sangat meresahkan dari para politisi Israel, seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang bersumpah akan mengubah Gaza menjadi puing-puing.
Abofoul, yang juga seorang pengacara internasional yang berbasis di Den Haag, menyatakan bahwa kelambanan ICC dalam menindak kejahatan Israel “sama sekali tidak dapat diterima.”
“Penting untuk dicatat bahwa jaksa ICC mempunyai mandat tidak hanya untuk menyelidiki kejahatan, tetapi juga untuk mengeluarkan pernyataan preventif, yaitu pernyataan peringatan dini yang dapat memberikan efek jera,” kata dia.
Kondisi ini juga memalukan karena komunitas internasional tidak benar-benar mendorong gencatan senjata, dan malah mendukung Israel dengan mengirimkan senjata, tambah dia.
Abofoul berpendapat bahwa tindakan Israel yang menjatuhkan hukuman kolektif kepada warga Palestina melalui serangan tanpa pandang bulu dan pengepungan total dapat dianggap genosida.
“Kami telah mendengar pernyataan Israel yang tampaknya mengabaikan kehidupan warga sipil yang tidak bersalah,” kata dia.
Abofoul menekankan bahwa penggunaan fosfor putih selalu berdampak pada penduduk sipil karena senjata tersebut tidak pandang bulu.
“Mereka mengetahuinya dan menggunakannya, oleh karena itu, itu dapat dikatakan sebagai kejahatan perang,” kata dia.
Republika
Komentar