Yogyakarta, (Metropolis.co.id) – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) sedang intens berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) guna mencari jalan keluar terbaik berkaitan dengan insentif 5G.
Sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi yang menaungi operator Telkomsel, Telkom Indonesia, berharap keputusan terbaik yang berdampak positif pada masa depan industri telekomunikasi di Indonesia.
“Kita memang sedang berdiskusi dengan Kominfo ya, apa yang paling bagus. Maunya Kominfo, boleh non-cash atau cash-nya dikurangi tarifnya, tapi kemudian dalam bentuk apa manfaatnya diberikan kepada masyarakat. Salah satunya (Telkom) kan komitmen membangun. Kita membangun 5G sebanyak sekian, tapi cash-nya dikurangi,” kata Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah di sela rangkaian acara Telkom ESG Day di Yogyakarta, Kamis (16/11).
Namun Ririek tidak bisa memberi informasi lebih detail, mengingat diskusi antara ATSI sebagai perwakilan operator telekomunikasi dengan Kementerian Kominfo hingga saat ini belum menemukan titik terang.
“Tapi bentuk real-nya kita belum fixed. Teman-teman di operator dari ATSI itu sudah (berdiskusi), kita terakhir ketemu Pak Menteri (Menkominfo Budi Arie Setiadi) itu sebelum tanggal 31 Oktober,” beber Ririek.
Ia menyebutkan, semua pihak sepakat untuk membentuk tim bersama antara Kementerian Kominfo dengan ATSI untuk mengkaji lebih lanjut mengenai hal ini.
“Bagi Pak Menteri harapannya tentu biar operator itu mau segera deploy 5G. Karena kalau tanpa itu (insentif), berat. Karena spektrum 5G ini kan gede ya, jadi mahal. Dan use case-nya itu belum sepadan,” jelasnya.
“Dan yang kita harapkan dari kacamata operator, (keberadaan) 5G akan positif, jangan sebaliknya, malah akan membebani,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua ATSI Merza Fachys menuturkan industri telekomunikasi berubah pesat dalam satu dekade terakhir, dari semula layanan telekomunikasi melayani telepon dan SMS, kini mayoritas untuk penggunaan internet.
Merza menyampaikan kondisi industri telekomunikasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal itu membuat ATSI curhat ke pemerintah terkait masa depan industri telekomunikasi Indonesia.
Dalam sebuah penelitian terbaru dari GSMA Intelligence mengungkapkan biaya spektrum frekuensi di Indonesia telah meningkat secara signifikan. Itu bisa menjadi ancaman besar bagi operator seluler yang ingin berinvestasi dalam infrastruktur digital masa depan Indonesia.
Laporan GSMA juga menyebutkan, rencana pemerintah Indonesia untuk mendorong transformasi digital bisa terhambat, kecuali dilakukan peninjauan kembali terhadap penetapan harga spektrum seluler 5G.
Analisis tersebut memperkirakan, dalam skenario paling buruk, sekitar sepertiga dari manfaat sosio ekonomi 5G, atau sekitar Rp216 triliun, bisa hilang dari PDB Indonesia pada tahun 2024-2030 jika harga pita spektrum baru masih mengikuti harga lama.
Dalam waktu dekat, Kementerian Kominfo akan melakukan lelang spektrum frekuensi 5G. Terkait hal tersebut, GSMA mendorong pemerintah Indonesia terus memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan masyarakat.
detik
Komentar