Kendari, (Metropolis.co.id) – Dari sekian banyak stand yang ada digalery HPN di Kendari, ada satu stand yang memikat mata para pengunjung untuk mengetahui tentang sejarah pusaka koleksi komunitas pemerhati pusaka bumi Anoa Sultra.
Dia adalah Bayu sosok sekretaris kumunitas pemerhati pusaka bumi anoa sultra, dengan sigap bayu menyambut ketika ada pencari inormasi atau pengunjung stand yang menghampiri dirinya.
Polanya sederhana, bayu memberi edukasi soal benda pusaka, histori pusaka, kegunaan, penggunanya hingga kenis-jenis pusaka yang sudah mempunyai mereka koleksi melalui pendekatan pada empunya sehingga bisa dihibahkan menjadi bahan koleksi pusaka.
“Tujuan kami edukasi, banyak warga sulawesi tidak mengetahui nama, jenis dan fungsi benda pusaka, mana barangnya bagaimana originalitasnya, ” sambut Bayu menguasai perbincangan.
Kegiatan yang mereka lakukan adalah upaya melestarikan benda pusaka, bagaimana cara merawat pusaka, memperhatikan pusaka, karena pusaka itu sendiri tak lepas dari sejarah para leluhur.
“Sultra ada 4 jenis parang empat pilar.
Buton Pinai, Muna Kampue, Moronene Taa dam Tolaki Taa’wu. Pengertian adalah Empat Pilar Sulaweai Tenggara, Tolaki, Wuna, Meronene dan Buton,” katanya.
Dari sekian Jenis parang, masing-masingbdaerah Sulawesi memiliki khas, seperti Sulteng ada keris, lalu lekok khas sultra dengan khas gagangnya menghadapbkedepan.
“Kita ada Badik lagecong Adri raja bone yang diberikan pada raja laiwoi 10 atau, nama irwan tekaka sao sao.gelar makole wula lipu wutano, ” ujarnya membuka etalase dan menunjukan satundemi satu koleksinya.
Pengguna pusaka juga ternyata berbeda pada masa itu, misalnya gecong untuk masyarakat biasa, sebaranya banyak di Bugis ada Lompo Batang, Makassar ada aluwu khas sulawesi Selatan atau kesultanan luwu, ” lanjutnya.
Tak dinyana bila Sulawesi Indentik juga dengan sebutan pusat pusaka, karena secara historikal nama Sulawesi juga ada mengiaskan bahwa Sula itu Pulau dan Wesi itu adalah besi.
“Yang diberikan panglima gajah mada dan sekarang terbukti banyaknya sumber nikel diwilayah, Luwu, Sulteng, Morowali dan konawe Utara bahkan kuantitasnya itu terbesar dunia,” teganya.
Bulan di Jawa ada pusaka yang disebut pamor, namun disini namanya Urat Sulawesi Tenggara, punya khas, parang ditempa manual pakai tangan, namanya taa’wu.
Ada juga jenis lain. Parang toraja, parang bugis, parang mandau bahkan peninggalan jepang yaitu samurai.
“Sultra ini mkan konon katanya terbesar menyimpan peninggalan jepang bang, ada di wilayah Lanud alAuri, disitu banyak peninggalan,” kata dia.
Ia juga berharap dengan adanya acara Pameran UMKN di acara HPN PWI ini, peserta stand galeri bisa dapat dikenal luas, bisa mengedukasi masyarakat, ilmunya manfaat untuk semua.
Pengurus Kopuska yang sudah ada sejak 14 oktober 2020 ini mengumpulkan barang koleksi melalui anggotanya.
“Sama teman juga, kalau dulu susah ngumpulinya karena barang itu dianggap sakral, karena ada keyakinan lain bila barang itu keluar, maka kami pakai cara pendekatan parabtetua adat lalu mereka kasihkan untuk jadi galeri kami, kami juga,” ungkapnya.
Menurutnya, masing-masing daerah punya senjata dengan ciri khasnya, bila di Sultra misalnya ada Taa’wu.
Taa’wu, Taa itu tempat Awu itu rambut, dulu ada historinya seorang anak dewasa dan ingin melepas lajang maka harus cari mangsa, kemudian kepala itu diserahkan ke bapaknya untuk pembantu di akhirat,” urainya.
Sebagai penutup. Ia kembali mengucapkan terimakasih kepada PWI dan dan Pemprov Sultra dan Pemda Kendari yang telah nemfasilitasi stand pusaka miliknua.
“Dengan adanya HPN kami ucapkan terimakasih di fsilitasi tempat, PWI, Pemprov, Pemda dan IPDK PLN Kendari, nanti malam datanglah ada atraksi Taa’wu dan keris berdiri diatas jarum, ” ajaknya menutup perbincangan.
Poet
Komentar