Blitar, (Metropolis.co.id) – Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Blitar menggelar aksi menyikapi beberapa masalah yang tengah terjadi di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Senin, (18/09/2023).
Serangkaian aksi demonstrasi ini digelar di tiga lokasi berbeda, yakni Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Kantor DPRD Kabupaten Blitar, dan Kantor Kejaksaan.
Aksi demo yang berlangsung kondusif tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian dari Polres Blitar. Aksi demonstrasi pertama dilakukan di depan kantor Pemkab Blitar di Kanigoro. Dalam aksinya, massa demonstran menuntut agar dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap berbagai dugaan kasus korupsi yang diduga terjadi di lingkup Pemkab Blitar.
Diantaranya mencakup masalah sewa rumah dinas Wakil Bupati Blitar, pengelolaan PDAM, serta pengelolaan aset tanah bengkok di beberapa kelurahan.
Ketua GPI Blitar yang sekaligus koordinator aksi, Joko Prasetya, saat ditemui awak media mengatakan, terkait Sewa Rumah Dinas Wakil Bupati Blitar penghuninya atau pejabat yang menghuninya sudah mengundurkan diri, jadi rumah tersebut harus dikosongkan, karena kalau tidak, biaya umum setiap bulan akan terserap.
“Rumah dinas Wakil Bupati Blitar disewakan sebesar Rp 294 juta pertahun belum dipotong pajak, nanti kita juga menuntut ke Aparat Penegak Hukum (APH), apakah nilai kontraknya ada kepatutan untuk pengunaan anggarannya,” kata Joko.
Joko juga mengungkapkan, terkait permasalahan PDAM, pihaknya ingin memperdalam pengelolaan di intern PDAM, karena kita duga ada kebocoran-kebocoran dalam pengelolaannya. Kemudian terkait dugaan korupsi di lingkup Pemkab, pihaknya sudah mendengar bahwa ada dugaan salah satu pejabat yang saat ini dilantik menjadi Kepala Dinas menerima gratifikasi dari pihak ketiga dalam hal Pengadaan barang dan jasa. Patut dipertanyakan, apa ini sudah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
“Kita nanti akan kumpulkan data-data dan kita dorong kepada penyidik kejaksaan dan kepolisian untuk segera menindak lanjuti dan kita akan kawal terus, karena ternyata pihak ketiga yang diberikan wewenang untuk mengerjakan di pengadaan barang dan jasa itu ternyata bermasalah dengan hukum, karena pernah menjadi tersangka di Sulawesi Barat sejak 23 Juni 2023,” ungkapnya.
Terakhir, Joko juga menyuarakan, terkait dengan aset eks bengkok. Pihaknya mempersoalkan kenapa pihak APH mempermasalahkan pengelolaan eks bengkok yang aturan dan regulasinya dilakukan oleh Kepala Kelurahan di seluruh Kabupaten Blitar. Hal tersebut sudah jelas, bahwa ada target yang harus disetor ke Pemda lewat Bappenda.
“Nanti kita juga pertanyakan ke APH dimana kontruksi hukumnya kalau mau disalahkan. Bukan lurah yang harus bertanggung jawab tapi Sekda, karena regulasi yang membuat Sekda atau Bupati dan sudah ada Peraturan Bupati (Perbub) serta ditindaklanjuti dengan SK Bupati tentang pelaksanaan lelang eks bengkok,” pungkasnya.
Eko
Komentar