Bandar Lampung, (Metropolis.co.id) – Relawan Arinal Djunaidi Untuk Lampung Satu (RADJA) melalui koordinatornya, Gindha Ansori Wayka, Senin, 24/5/2021 mempertanyakan perkembangan dan tindak lanjut laporan tertulis yang pernah dilayangkan ke Kepolisian Daerah (Polda Lampung) tanggal 12 Februari 2020.
“Benar, tadi kami layangkan surat ke Polda Lampung mempertanyakan perkembangan dan desakan agar segera ditindaklanjuti laporan Radja beberapa waktu lalu” Ujar Gindha.
Surat yang dikirim oleh Radja tersebut dengan nomor:02/B/RADJA/V/2021 Tanggal 24 Mei 2021, Hal: Perkembangan dan tindak lanjut Laporan tertulis Dugaan merusak/menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang dilakukan oleh Bpk. Herman, HN terhadap Bpk.Ir. H. Arinal Djunaidi (Gubernur Lampung), menurut Gindha diterima oleh Setum Polda Lampung.
“Suratnya sudah diterima Setum dan akan diteruskan ke Bapak Kapolda Lampung untuk ditindaklanjuti,” tambah Pengacara Muda Terkenal ini.
Disinggung isi surat, Gindha menunturkan bahwa pada bulan Februrari 2020 Radja menyaksikan video yang viral yang bertempat di Way Halim, Mantan Walikota Bandar Lampung Drs. H. Herman HN memberikan sambutan di depan khalayak umum dan diberitakan oleh Lampung TV melalui https://www.youtube.com/watch?v=ZkkzA9KWTKM&fbclid=IwAR0Ltc5UvI_FmPBdcuFJWHrwaSCwwFwIa-vxGo2r4z08cHj6SInfjM7JRU (youtobe.com) dengan judul “Herman Sebut Arinal Jadi Gubernur karena Main Uang”
“karena menyaksikan video yang viral ini, Radja melaporkan perbuatan Mantan Walikota Bandar Lampung tersebut ke Kapolda Lampung secara tertulis berdasarkan Pasal 108 Ayat 1 KUHAP, jadi bukan tanpa dasar” tambah Praktisi Hukum ini.
Ditambahkan Gindha, Laporan tersebut dilakukan karena pernyataan mantan Walikota Bandar Lampung tersebut dilakukan dikhalayak umum dan tidak ada satu pun putusan yang dapat membuktikan bahwa Arinal Djunaidi menang sebagai Gubernur Lampung dengan cara politik uang.
“ Baik Putusan Bawaslu, DKPP maupun Mahkamah Konstitusi di dalam Putusannya tidak ada yang membuktikan bahwa kemenangan Arinal Djunaidi dengan politik uang sebagaimana Pidato Herman HN di Way Halim beberapa waktu lalu” terang Akademisi Perguruan Tinggi Swasta Terkenal di Lampung ini.
Ditanya apakah Radja pernah dikonfirmasi atau diperiksa oleh Penyidik Polda Lampung terkait laporan tertulisnya berdasarkan surat Nomor: 01/B/RADJA/II/2020, tanggal 12 Februari 2020 perihal: Laporan tertulis terkait dugaan merusak/menyerang kehormatan atau nama baik seseorang ke Kepolisian Daerah Lampung, Gindha menyatakan pernah dimintai keterangan sebagai Pelapor melalui surat Nomor: B/413/III/RES.1.14/2020/Ditreskrimum Polda Lampung.
“Pihak kepolisian telah memanggil dan memeriksa saya selaku koordinator Radja 17 Maret 2020, maka dengan dasar itulah hari ini kita pertanyakan perkembangan dan tindaklanjut dari persoalan ini” Pungkas Pria kelahiran Negeri Besar ini.
Diberitakan sebelumnya, Relawan Arinal Djunaidi untuk Lampung Satu (RADJA), melaporkan Drs. H.Herman HN, MM (Walikota BandarLampung) ke Kepolisian Daerah Lampung. Walikota Herman HN dilaporkan terkait konten (isi) sambutannya pada saat peresmian Puskesmas Rawat Inap di Perumnas Way Halim, Senin tanggal (10/2/2020) lalu.
Di dalam sambutannya Walikota Herman HN sebagaimana diberitakan oleh Lampung TV melalui youtube dengan judul “Herman Sebut Arinal Jadi Gubernur karena Main Uang” dalam keterangan video yang berdurasi selama 3 menit, 7 detik tersebut ditulis bahwa menurut Drs. H. Herman HN, dalam Pemilihan Gubernur Tahun 2018, ia seharusnya menang. Karena hasil survei dia sudah mengantongi suara 40 persen, Ridho 31 persen, sedangkan Arinal baru 19 persen. Ia menganggap pesaing utamanya Gubernur lama, namun disalip pasangan Arinal Djunaidi – Chusnunia Chalim di Minggu tenang. Saat itu uang ditabur kepada warga.
Menurut Ansori, yang sering disapa Gindha Ansori Wayka selaku koordinator Relawan Arinal Djunaidi untuk Lampung Satu (RADJA), pihaknya telah melaporkan kasus ini melalui Surat Nomor: 01/B/RADJA/II/2020, tanggal 12 Februari 2020 terkait dugaan telah terjadi perbuatan oleh Walikota Bandar Lampung berupa merusak/menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh melakukan sesuatu perbuatan, agar tersiar kepada khalayak umum.
“Benar, kami yang tergabung dalam RADJA telah melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Lampung yang diterima oleh Setum Polda tanggal 12 Februari 2020,” ujar Gindha Ansori Wayka kepada awak media.
Lebih lanjut menurut Gindha, proses Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Lampung telah dilaksanakan pada Tanggal 27 Juni 2018, yang dimenangkan oleh pasangan Ir. H. Arinal Djunaidi dan Hj.Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn, Ph.D sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung Periode 2019-2024, yang telah dilantik tanggal 12 Juni 2019 dengan Keputusan Presiden Nomor: 49/P/Tahun 2019 Tentang Pengesahan dan Pengangkatan Gubernur – Wakil Gubernur Lampung Masa jabatan 2019-2024. Sehingga tidak ada lagi yang perlu disampaikan ke khalayak umum terkait politik uang dalam Pilkada Provinsi Lampung tahun 2018 lalu.
“Terbitnya Keputusan Presiden Nomor: 49/P/Tahun 2019 Tentang Pengesahan dan Pengangkatan Gubernur – Wakil Gubernur Lampung Masa jabatan 2019-2024 melalui proses panjang dengan mempertimbangkan beberapa putusan yang diambil oleh lembaga Negara yang bertugas dalam pemilihan umum baik KPU, Bawaslu Provinsi dan RI, DKPP dan Mahkamah Konstitusi,” tambah Ansori akademisi Perguruan Tinggi swasta terkenal di Bandar Lampung ini.
Lebih lanjut Gindha menjelaskan, beberapa putusan yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Keppres 49/P/Tahun 2019 yakni pertama, Putusan Bawaslu Provinsi Lampung Nomor 001/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018 Tanggal 19 Juli 2018, Terlapor Ir. H. Arinal Djunaidi dan Hj. Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn, Ph.D,
Kedua, Putusan Bawaslu Provinsi Lampung Nomor 002/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018 Tanggal 19 Juli 2018, Terlapor Ir. H. Arinal Djunaidi dan Hj. Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn, Ph.D.
Ketiga, Putusan Bawaslu Republik Indonesia Nomor 003/KB/BWSL/VII/2018 Tanggal 10 Agustus 2018, dengan Terlapor Ir. H.Arinal Djunaidi dan Hj. Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn, Ph.D.
Keempat, Putusan Bawaslu Republik Indonesia Nomor 004/KB/BWSL/VII/2018 Tanggal 10 Agusutus 2018, Terlapor Ir. H.Arinal Djunaidi dan Hj. Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn,Ph.D,
Kelima, Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor: 204/DKPP-PKE-VII/2018 tanggal 12 Desember 2018 dengan Pengadu Rakhmat Husein Darma Cane, Aryanto Yusuf, Rifky Indrawan dan Joni Fadli dengan Terlapor Fatikahtul Khoiriyah, Iskardo P Panggar dan Adek Asy’Ari.
Keenam adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 41/PHP.GUB-XV/2018 Tanggal 10 Agustus 2018, Pemohon Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri selaku Pemohon dan Komisi Pemilihan Umum selaku Termohon serta Ir. H.Arinal Djunaidi dan Hj. Chusnunia Chalim, MSi, M.Kn, Ph.D sebagai Pihak Terkait.
“Dengan telah diperiksa dan diteliti serta diputuskan tidak terbuktinya politik uang dan kecurangan lainnya oleh Lembaga Negara berdasarkan hukum dan kini telah memiliki kekuatan hukum (inkracht). Maka terhadap siapapun termasuk Walikota Bandar Lampung Drs. H. Herman HN, MM tidak diperkenankan melakukan perbuatan yang diduga dapat merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu,” tandas advokat muda ini.
Disamping itu, kata Gindha, perbuatan ini dapat menimbulkan konflik (keributan dan kegaduhan) di tengah masyarakat Provinsi Lampung menjelang Pilkada serentak mendatang. Oleh karenanya, jika berbicara tidak berdasar, maka diduga telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016.
“Dalam rangka antisipasi konflik kepentingan secara horizontal, maka hendaknya siapapun dapat menahan diiri untuk tidak bicara tanpa dasar dan tidak dapat dibuktikan secara hukum, mengingat Negara kita adalah Negara hukum, maka hukum harus menjadi panglima,” pungkas Gindha.
Red
Komentar