Jakarta, (Metropolis.co.id) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di Amerika Serikat (AS) setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Riyadh, Arab Saudi. Jokowi akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden.
Pertemuan Jokowi dan Biden akan dilakukan di Gedung Putih, AS. Jokowi menilai hal tersebut sebagai kesempatan baik guna menyuarakan posisi tegas Indonesia mengenai situasi di Gaza, Palestina.
“Kunjungan ini juga merupakan kesempatan baik untuk langsung menyampaikan hasil KTT OKI di Riyadh yang mencerminkan solidaritas negara-negara OKI untuk membela keadilan dan kemanusiaan,” ujar Jokowi.
Selain itu, dikabarkan pertemuan ini akan membahas kemitraan Indonesia dan Amerika Serikat. “Dalam kunjungan tersebut, Presiden Biden akan menegaskan kembali komitmen AS untuk memperdalam kemitraan yang telah berusia hampir 75 tahun antara negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, dilansir situs White House.
Jokowi dan Biden akan membicarakan kerja sama terkait ekonomi, perdamaian, stabilitas regional, dan lainnya.
Rencananya pertemuan itu akan dilakukan pada hari Senin, (13/11/2023) waktu setempat. Dikutip Reuters, salah satu pembahasan dalam pertemuan Jokowi dan Biden itu adalah soal baterai kendaraan listrik.
“Amerika Serikat dan Indonesia pada hari Senin akan membahas cara memajukan kemitraan mineral potensial yang bertujuan untuk merangsang perdagangan nikel logam baterai kendaraan listrik (EV), menurut tiga orang yang mengetahui langsung pembicaraan tersebut,” demikian dikutip Reuters.
Menurut salah satu sumber yang tidak disebutkan namanya, langkah selanjutnya untuk menggerakkan Indonesia-Amerika menuju negosiasi formal mengenai kemitraan ini akan dibahas ketika Jokowi mengunjungi Gedung Putih.
Pemerintahan Biden disebut masih mengkhawatirkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola di Indonesia dan sedang mengkaji bagaimana kesepakatan tersebut bisa berjalan.
“Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kami dapat secara resmi mengumumkan perundingan mengenai kemitraan mineral penting,” kata sumber tersebut.
Sementara itu, Indonesia yang memiliki cadangan bijih nikel terbesar di dunia pada bulan September meminta Amerika Serikat untuk memulai diskusi untuk kesepakatan perdagangan mineral penting sehingga ekspor dari negara Asia Tenggara dapat tercakup dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) AS.
Sebagian besar nikel Indonesia diolah menjadi logam mentah. Namun, pemerintah ingin mengembangkan rantai pasokan kendaraan listrik untuk memanfaatkan cadangan nikel yang sangat besar, yang dapat diolah menjadi bahan baterai.
detik
Komentar