Bandar Lampung, (Metropolis.co.id) – Penasehat hukum Agus Nompitu mendukung langkah kejati Lampung untuk segera mengungkap terang benderangnya kasus dugaan korupsi dana Hibah KONI 2020 agar memastikan terjaminnya hak hukum tiap individu.
Bahkan Chandra Muliawan meminta jaksa adiyaksa itu juga memeriksa kemana saja aliran uang yang disangkakan pada klien nya soal dugaan korupsi jasa catering dan penginapan PON XX Papua sebesar Rp 2,5 Miliar.
“Kan bisa dikonfrontir kemana saja uang yang disangkakan itu, siapa penguasa anggaran, siapa penerima dan kemana saja aliranya, ayo donk Kejati pasti lebih kompeten dibidang ini,” kata pihak AN melalui Penasehat Hukum Chandra Muliawan.
Kasus dugaan dana Hibah KONI 2020 ini telah berlangsung lama. Dinanti dengan seksama oleh Publik dan insan olahraga, namun sayang ending akhirnya tidak mendapatkan klimak yang diharapkan masyarakat.
“Bagaimana uang itu mengalir dan siapa yang menerima tidak satupun yg menyebutkan ada nama klien kami Agus Nompitu. Kalaulah delik hukum itu soal penyalahgunaan kewenangan, maka dipastikan itu bukan kewenangan klien kami. Tidak ada satupun yang ditemukan di berkas, yang mengarah kepada agus nompitu, pemakaian uang tidak ada di perencanaan, sudah ada pejabat berwenang penguasa anggaran dan sebagainya, periksa dongg,” sindir Mantan direktur LBH Bandar Lampung ini.
Ia juga menyebut, sebenernya soal koni ini memerlukan objektivitas bedasarkan fakta-fakta, saat pemeriksaan juga tidak ditemukan unsur administratif tapi lebih ke fiktif. Sanksinya administrasi dan tidak fiktif.
“Nah delik memperkaya diri sendirinya dimana? kabarnya uang itu sudah dikembalikan? lalu siapa yang mengembalikan belum terungkap. Posisi kasus dan alat bukti auditor tidak menyebut secara langsung bapak Agus Nompitu, jadi secara bukti patut diragukan,” sebutnya.
Tempuh Upaya Pra Peradilan
Upaya Pra Peradilan diharapkan bisa mendudukkan perkara sebenar-benarnya, siapa yang bertanggungjawab, karena bertahun-tahun berjalan kasus ini bergulir namun agak kesulitan kejaksaan menemukan bukti, hingga akhirnya mencuat penginapan dan catering terendus juga ada dugaan aliran uang.
“Hukum tidak boleh berasumsi tapi bedasarkan data dan fakta, pengadilan saya rasa akan menjadi benteng terakhir, klien kami posisinya kan di planing bukan equiting, maka berat keyakinan kami, demi hukum status tersangka itu akan terlepas dari klien kami AN,” ujarnya bersemangat.
Pihak Agus Nompitu menyebut, vonis sosial bagi klien nya sangat menyakitkan, terlebih hukuman publik yang menimpa kliennya itu luar biasa, keluarga down, karir moncer AN terhenti. Namun overall ia juga optimis tidak mungkin jaksa dan pengadilan memvonis dan mentersangkakan orang diluar semestinya.
“Jalur atau saluran yang tersedia saat ini adalah Pra Peradilan, maka ini sah secara konstitusi dalam upaya membela hak-hak hukum klien kami, alangkah Dzolim kita bila sampai penghukuman itu tidak kepada yang semestinya, sementara masyarakat masih menduga-duga karena belum ada kepastian hukum,” ungkapnya tegas.
Menurutnya ada hal menggelitik yang seharusnya diungkap oleh pihak Adiyaksa, bahkan bila perlu mencecar saksi dan pihak terlibat. Bilamana dugaanya adalah penyalahgunaan anggaran, ya seharusnya diperiksa salahnya dimana dan siapa yang bertanggungjawab terhadap penguasa dan pelaksanaan anggaran.
“Kalau sudah bicara catering dan penginapan kan pelaksanaan, disitu ada PPK, pejabat pengadaan, ada panitia pemeriksaan hasil pekerjaan kan ada yang bertanggungjawab, ada juga pelaksana pihak catering, penginapan kan bisa dikonfrontir dan bermain disana, jaksa lebih tau bisa dicecar tu para pihak,” harapnya.
Pelaksanaan Anggaran bukan Domain Agus Nompitu
Diketahui, ada tiga item dari kejaksaan atas perhitungan kerugian negara yakni insentif, catering dan penginapan.
Kemudian dari saksi mengetahui dan mendengar langsung, harusnya bila ada penyimpangan uang maka ada yang menerima uang itu. Soal ahli juga demikian, tidak bisa berdiri sendiri karena ahli penyidikan itu domainnya pemeriksaan dan observasi.
“Jadi kesimpulanya cenderung pada penyimpangan point 1 dan 2, klien kami juga tidak ada sensitifitas terhadap point tiga, itulah posisi klien kami saat ini, catering dan penyimpangan beda domain, bukan ranah bapak Agus Nompitu, beliau ini secara struktur organisasi perencanaan bukan pelaksanaan,” ketusnya.
Penekanan materi lain yang akan disampaikan Chandra Muliawan adalah, perkara sangkaan klienya yang menempati bidang perencanaan, bagaimana bisa ditetapkan sebagai tersangka sedangkan posisi AN adalah perencana.
“Ibarat bila ada lebih bayar bisa dikembalikan ke kas daerah, tapi bila ada penyimpangan dan dugaan bahkan nego-nego disitu, maka bukan lagi bagian perencanaan, harusnya tersangka itu comand sent pelaksana itu kan secara formil ada penanggungjawab
Chandra juga menyebut soal klien nya ‘diseret-seret’ selaku satgas, padahal SK Satgas yang membuat adalah ketua Umum KONI saat itu yakni YBA. Bahkan jaksa perspektifnya ada kesalahan di satgas soal perencanaan proposal 2019.
“Disinilah nanti Praperadilan menguji alat bukti 184 Kuhap, point penyidikan ada 3, saksi surat dan ahli, keterangan terdakwa dan petunjuk, petunjuk itu nanti akan menjadi penilaian hakim. Semua dokumen administratif tidak ada satupun secara kewenangan dan bertanggung jawab klien kami, secara tugas juga demikian pengangkatan satgas yang berganti-ganti di SK kan oleh ketua KONI mereka saat itu,” demikian Chandra menambahkan.
Red
Komentar