Bandar Lampung : ‘Kasih Ibu tiada bertepi, kasih saudara selagi ada’.Kalimat tersebut mengambarkan kisah haru biru Muhamad Arya yang hidup berdua dengan kakak tirinya Riski (21).
Di kala teman sebayanya sibuk bersekolah atau bermain, Arya harus menjalani kehidupan yang berbeda. Siswa dari kelas sembilan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negri 32 Bilabong ini harus mengurus kakak tirinya seorang diri yang mengalami keterbelakangan mental dan keterbatasan fisik sejak lahir.
Kehidupan yang berat ini sudah dijalankan Arya selama hampir 3 tahun, sejak ibunya meninggal karena stroke. Arya mulai merawat kakaknya, memandikan, menyuapi dan sekaligus memberikan kasih sayang sebagai penganti ibu di sebuah rumah semi permanen di Jalan Bungur RT 1 Lingkungan 2 Langkapura, Kemiling Bandar Lampung.
“Kami tinggal bertiga disini, kemudian Ibu sakit stroke. Lalu saya sendirian merawat ibu dan kakak. Setelah 2 tahunan ibu sakit, ia meninggal. Dan ibu memberikan amanat kepada saya ‘tolong jagain kakak nya’ kata ibu sebelum meninggal,” ucap Arya saat ditemui, Kamis 12 September 2019.
Padahal, Arya masih memiliki ayah kandung yang sayangnya, tinggal di tempat berbeda dan tak ada kabar berita. Alhasil, Arya yang masih Abg itu harus berjuang sendirian merawat kakaknya yang sakit dan membagi waktu sekolah dan belajar.
“Saya inget dulu ayah ibu sering ribut, lalu ayah pergi sampai sekarang nggak pulang. Ayah dari kecil nggak pernah ngurusin sama sekali, tidak peduli sama kami jadi ibu itu saya anggap dua sosok ayah dan ibu,” kenang Arya.
Anak yang sudah 3 kali juara membaca Al-Quran itu mengaku anak nomor 7 dari 9 bersaudara yang dilahirkan rahim Ibu nya, namun dari ayah yang berbeda. Meski masih memiliki sejumlah orang kakak, semua keluarganya sudah berkeluarga dan memiliki kesibukan masing masing.
Dari bantuan seorang kakak perempuannya, Arya mampu memenuhi kehidupan sehari-hari. Namun, tak jarang para tetangga memberi bantuan ala kadarnya, karena bantuan dari kakaknya untuk uang jajan sekolah.
“Kadang mbak saya yang suka ngasih uang jajan buat sekolah, kalau makan kadang suka dikasih sama tetangga, dibantu saya tiap hari bisa makan,” tuturnya.
Sebagai seorang yang disiplin dan mandiri, sejak pagi Arya sudah bangun untuk memandikan serta mengantikan popok kakaknya dan memberikan Riski sarapan. Setelah urusan pagi selesai, Arya melanjutkan kegiatannya menyiapkan seragam sekolah. Meski harus menanggung beban yang begitu berat, kondisi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu di sekolah.
“Harapan saya ingin sekolah setinggi tingginya, sampai dengan kuliah. Saya punya cita cita ingin jadi Pegawai Negeri, supaya bisa terus mengurus kakak saya, supaya nanti bisa mengobati kakak,” imbuhnya.
Ketika sedang belajar di sekolah pun, perhatian Arya tak lepas dari kakaknya yang ditinggal dirumah sendirian dan dikunci dari luar, ia merasa ingin lekas sampai dirumah agar segera bisa bertemu dengan Riski untuk melihat kondisinya.
“Saya sedih banget melihat kondisi kakak saya, kalau di sekolah suka kepikiran, nggak fokus belajarnya karena dia (Riski) sendirian dirumah. Nggak ada yang jaga dia, terkadang gitu, kalau saya pulang sampai dirumah dia udah jatuh sudah luka luka,” kata Arya sambil sesekali mengusap air mata.
Pernah terbesit dalam benaknya, ada rasa iri dari kehidupan orang lain yang memiliki keluarga lengkap, berkecukupan serta bisa menikmati masanya bermain sepulang sekolah. Arya memiliki rasa ingin marah, dan menyalahkan ketidak adilan hidup. Namun pikiran buruk itu surut, kala memandang Riski bahwa hidup itu terus maju dan harus dijalani.
“Saya pernah merasa nggak kuat, pernah timbul bahwa Tuhan itu nggak adil. Tapi saya bersyukur masih diberikan kehidupan, dan Tuhan memberikan cobaan seperti ini kepada saya karena saya kuat,” kata Arya sambil berlinang air mata.
Meski Arya merasa Riski tidak mungkin bisa sembuh, namun ia tetap ingin kakak dari Ayah tiri nya itu bisa mendapatkan pengobatan. Untuk mengobati luka luka yang ada di sekujur kakinya akibat jatuh dari kasur.
“Kak Riski kan punya darah manis, jadi kalau ada luka kecil lama lama menjadi besar. Sehingga saya ada permohonan kepada pemerintah untuk memberikan perhatiannya dari segi bantuan medis, karena kakak saya layak untuk mendapatkan itu,” harapnya.
Selain itu, kepada pemerintah Arya juga berharap mendapatkan perbaikan rumah dan bantuan pendidikan, mengingat sebentar lagi ia akan mengenyam bangku pendidikan Sekolah Menengah atas.
“Saya sebenarnya dalam benak saya minta tolong kakak saya ini mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga, bukan hanya dari saya saja. Dan kepada pemerintah saya ingin rumah saya ini, bisa jadi layak dan juga saya ingin bisa bersekolah tinggi,” pungkas Arya mengakhiri perbincangan.
SPS/Putra
Komentar