Bandar Lampung – Masuk pada hari kedua sidang gugatan Pra Peradilan Agus Nompitu di PN Kelas 1 A Bandar Lampung, jaksa kejati berikan jawaban soal prosedur dan penetapan status sebagai tersangka sudah sesuai KUHAP, kemudian dua alat bukti dimaksud pemohon adalah hal formil.
“Penetapan tersangka Agus Nompitu bedasarkan dua alat bukti yang dinyatakan keberatan oleh pemohon (Pihak Agus Nompitu) telah sesuai pasal 2 ayat 2 soal pengadilan dan objek, soal tidak sahnya penetapan tersangka hanya hal formil,” demikian jawaban kejati selaku Termohon oleh jaksanya saat isang di PN Kelas 1 A Bandar Lampung, Rabu (20/03/2024).
Kemudian terkait hal lain yakni soal penetapan tersangka 27 Desember sudah sesuai mekanisme, pemohon juga sudah dilakukan pemanggilan sebelum penetapan tersangka.
“Pemohon tidak pernah diperiksa itu tidak benar, karena dalam hukum pidana pemohon sebelum ditetapkan harus diperiksa sebagai saksi,” ujar jaksa kejati membacakan jawaban.
Hal lain yang menurutnya merasa tak adil bagi pemohon adalah, adanya penetapan tersangka dengan dua alat bukti secara formil yang diragukan pemohon.
Namun itu bagi termohon (Kejati) sudah sesuai tupoksi mereka dalam setiap penanganan perkara. Bahkan ia menilai pemohon (pihak Agus Nompitu) melakukan kesalahan subyek dengan dugaan cacat formil mengajukan Pra peradilan.
“Karena terlalu jauh masuk perkara yang saat ini masih merupakan kewenangan dan tanggungjawab kejati, segala penyidikan, penyelidikan adalah hak kejati Lampung,” lanjutnya.
Menanggapi hal ini, pihak Penasehat hukum Agus Nompitu Candra Muliawan membantah pernyataan jaksa kejati, dengan dalil bahwa justru dua alat bukti yang dianggap cukup oleh kejati hanyalah sarat formil salah besar.
“Justru yang dianggap hanyalah hal formil itu yang kami gugat, dia tidak bisa berdiri sendiri, karena itu saling bertaut kepada hal lain, bahwa fakta dilapangan klien kami hanyalah perencana, bukan pengguna anggaran, beliau juga tidak pernah menerima aliran uang apapaun,” kata Candra atau lebih dikenal dengan nama Awang itu.
Dilajutkanya, ada beberapa point yang tidak sesuai, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 terhadap Kejati Lampung.
“Klien kami dalam perencanaan dana APBD dana hibah KONI sudah berpedoman pada aturan Gubernur terhadap standar satuan harga (SSH) yang ada, kita juga nanti akan minta bukti LHP terperinci, apakah ada nama klien kami dalam itu atau tidak, atau justru berubah?,” ketusnya.
Awang sapaan-akrabnya, juga sedikit menambahkan bahwa kliennya ditetapkan tersangka kerena kapasitasnya sebagai wakil ketua umum adalah membantu ketua umum.
“Klien kami hanya perencana, tugas utamanya ya membantu ketua umum KONI kala itu,” bebernya.
Ia juga menyebut adapun tugas kliennya dalam amanah yang diberikan, ialah untuk mengurusi perencanaan dan anggaran, bidang mobilisasi sumber dana dan usaha.
“Namun yang jadi temuan jaksa kan realisasi penggunaan anggaranya, rencana peruntukan sudah jelas sudah sesuai pedoman SSH peraturan Gubernur, kalau temuanya ada kertugian negara ya selisihnya bisa dikembalikan, atau bila ada dugaan korupsi ya siapa yang mengkorupsi uang itu,” demikian awang.
Poet
Komentar