Mengenal Calon Rektor Unila, Prof. Suharso: dari Kuli Bangunan hingga Jadi Profesor

Kotaku229 Dilihat

Bandar Lampung, (Metropolis.co.id) – bermodal uang Rp25 ribu pemberian orang tua teman SMA, putra pertama dari keluara tukang bangunan, Prof. Suharso nekat mendaftarkan diri menjadi seorang mahasiswa di program Studi Kimia Universitas Lampung (Unila) 1984-1994.

Begitulah cerita bakal calon rektor Unila Prof Suharso yang saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Unila saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/12/2022).

Kepada media, Prof Suharso menceritakan, setelah lulus dari bangku SMA, dirinya bercita-cita-cita kuliah di fakultas pertambangan ITB.

Namun, karena merasa tidak mampu dari segi ekonomi dirinya menguburkan harapannya tersebut, dan memilih membantu orang tuanya menjadi kuli bangunan mulai dari mengecat, memasang plafon hingga mengaduk semen.

“Iya jadi karena berpikir orang tua tidak mampu, dan diminta untuk langsung bekerja, jadi ikut bapak menjadi tukang,” ujarnya.

Tetapi lanjutnya, selepas dari bekerja menjadi sebuah kebiasaan setiap sore mengunjungi rumah teman untuk mengumpulkan bahan materi bimbel agar bisa dipelajari.

“Sampai akhirnya saya berpikir, tidak mungkin saya menjadi tukang, masa depan saya. Maka muncullah tekat untuk menjadi seorang dosen,” ungkapnya.

Memutuskan untuk lanjut kuliah, tentu bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena faktor ekonomi, dan tidak adanya uang untuk mendaftar.

“Hingga akhirnya saat main ke rumah teman untuk ambil berkas bimbel itu, orang tuanya nanya kenapa belum daftar-daftar. Mungkin orang tua teman saya itu sudah mengerti, akhirnya saya dikasih uang Rp25 ribu untuk mendaftar ke perguruan tinggi,” ungkapnya.

Dengan modal Rp25 ribu dan tambahan Rp10 ribu dari orang tua, mendaftarkan sebagai mahasiswa di Unila dengan mengambil tiga pilihan yakni Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Hukum.

“Diterima di Prodi Kimia, disitulah saya mulai belajar mengatur waktu, antara berorganisasi dan belajar, sekaligus bekerja seperti ngajar Bimbel,” jelasnya.

Setelah berkuliah dengan bercita-cita menjadi dosen, dirinya bertekad untuk mendapatkan beasiswa, seperti beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID).

“Setelah lulus, 1994 ada pembukaan pendaftaran dosen, tes biasa dan lulus menjadi Dosen. Hingga akhirnya diminta menjadi Sekretaris Jurusan (Sekjur) Kimia pada usia 26 tahun,” kata dia.

Kemudian dirinya mengikuti kursus bahasa inggris di Palembang selama 6 bulan. Setelah itu daftar sebagai mahasiswa dan diterima di Curtin University of Technology, Applied Chemistry, Perth Australia tahun 1998-2023.

“Saat kuliah penelitian saya dinilai bisa dikonversi menjadi Doktor, tetapi nambah waktu 1 tahun. Hingga akhirnya 3,5 tahun selesai dan menjadi Doktor pada usia 33 tahun,” ujarnya.

“Pulang dari australia pada tahun 2003, pada tahun 2024 kembali menjadi Sekjur, berjalannya waktu, 6 tahun kemudian saya menjadi profesor termuda di usia 39 tahun,” jelasnya.

Red

Komentar